Di atas Kapal Navigasi DE BRILL, milik Distrik Navigasi Kelas 1 Makassar
yang membawa saya bersama beberapa relawan dan keluarga korban
Sedikit
tulisan tentang perjalanan menjadi relawan pasca gempa dan tsunami yang melanda
Sulawesi Tengah, 28 September 2018.
Terserah
Anda menyebutku apa? Karena panggilan hati & perjalanan yg diatur olehNya,
akhirnya saya bisa sampai di Palu, bekerja & berbuat sesuai kemampuan yang
kumiliki.
Bila ke Aceh dulu berangkat di bawah bendera Sulsel Peduli Aceh, semua kebutuhan dipenuhi, pokoknya tinggal berangkat, apa yang akan dilakukan di lokasi pun semua sudah diatur. Sangat berbeda dgn apa yang saya alami di Palu, berangkat sendiri, mencari akses ke Palu sendiri, melakukan semua seorang diri.
Bila ke Aceh dulu berangkat di bawah bendera Sulsel Peduli Aceh, semua kebutuhan dipenuhi, pokoknya tinggal berangkat, apa yang akan dilakukan di lokasi pun semua sudah diatur. Sangat berbeda dgn apa yang saya alami di Palu, berangkat sendiri, mencari akses ke Palu sendiri, melakukan semua seorang diri.
Membantu merawat luka seorang korban di pengungsian
Pokoknya sampai dulu di Palu, soal di sana nanti bagaimana ya nantilah dipikir di sana, nekat? Iya!
Tapi
bukan nekat tanpa perhitungan dan persiapan, dengan sedikit kemampuan survival
dan komunikasi serta beberapa skill pendukung lain saya berangkat, tak lupa
keyakinan bahwa Allah selalu memberi jalan untuk niat baik yang kita lakukan.
Di Palu, saya tidak punya tujuan, ke posko tim apa atau organisasi apa. Allah pun mengatur bahwa akhirnya saya akan berlabuh di posko Nindya Karya (mengutip nama lokasi area perkantoran PT. Nindya Karya, posko swadaya warga) jl. Setia Budi, berbaur dengan keluarga Pak Yusuf yang belakangan saya tau kalau keluarga besar mereka adalah asal Sinjai, Sulawesi Selatan.
Di Palu, saya tidak punya tujuan, ke posko tim apa atau organisasi apa. Allah pun mengatur bahwa akhirnya saya akan berlabuh di posko Nindya Karya (mengutip nama lokasi area perkantoran PT. Nindya Karya, posko swadaya warga) jl. Setia Budi, berbaur dengan keluarga Pak Yusuf yang belakangan saya tau kalau keluarga besar mereka adalah asal Sinjai, Sulawesi Selatan.
Membagikan donasi door to door
Apa yang akan saya lakukan? Belum terpikir. Yang pasti saya sangat senang berada di antara para korban, membantu kesusahan mereka, membantu mereka dengan apa pun yang saya bisa, hadir sebagai saudara yang siap berbagi susah di tengah bencana yang mereka alami, hadir sebagai penghibur, hadir sebagai teman, hadir sebagai pelipur lara.
Sebagai relawan saya sadar, niat dan tenaga saja tidak cukup, kita dituntut untuk multitasking, karena kita adalah orang pilihan yg diberi kesempatan untuk hadir di antara banyak orang yang ingin datang. Tidak ada alasan tidak bisa melakukan sesuatu karena kita tidak tau! Pokoknya harus bisa!.
Makanya,
mengerjakan urusan di dapur harus bisa, mengangkat barang donasi adalah wajib,
memberi pertolongan pertama kepada korban sudah mutlak, semua harus bisa.
Membantu warga membersihkan sisa pohon yang tumbang dan menimpa rumah
Mungkin yang saya lakukan sepele dibanding yang dilakukan relawan-relawan lain yang terjun ke lokasi bencana mempertaruhkan keselamatan. Tapi sekali lagi, kehadiran saya intinya adalah kehadiran saudara yang ingin berbagi, yang simpati & empati.
Saya tidak mengharapkan apa-apa dari semua yang saya lakukan, toh saya tidak harus bertanggung jawab kepada siapa pun, saya hanya bertanggung jawab kepada Allah SWT.
Mari kabarkan pada dunia, bahwa kita telah kuat menghadapi cobaan-Nya dengan kekuatan yang diberi-Nya, bahwa Palu sudah bangkit dan akan lebih baik..” – Palu, 13 Oktober 2018 -
No comments:
Post a Comment