Jam 7 pagi, setelah mengemasi semua barang, motor pun melaju
menuju pantai Senggol. Menikmati pagi sambil menyaksikan beberapa warga mengadu
peruntungan dengan memancing. Seekor dua ekor ikan pun menggelepar di lantai
taman senggol, hasil pancingan warga yang beruntung. Tenang rasanya berada di
pantai ini, suasananya yang asri, sepi karena masih pagi dan semilir angin laut
pagi yang menyeka wajah, adem.
Tanpa rasa risih saya duduk selonjoran di pinggir jalan menikmati aktifitas warga di sekitar taman senggol. Apa sih yang akan saya kunjungi di Pare-pare dalam waktu setengah hari? Sejenak saya browsing di internet dengan paket data yang diberikan oleh Telkomsel. Hanya sedikit informasi yang saya dapat, bahkan website milik pemerintah kota Pare-pare pun tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Saya pun berinisiatif untuk berkunjung ke di Dinas Pariwisata (di Pare-pare, dinas pariwisata digabung bersama urusan kepemudaan dan olah raga). Setelah mendapatkan alamatnya via foursquare, saya pun meninggalkan pantai senggol menuju ke jalan Jend. Sudirman.
Jam 8 pagi, kantor Dinas OPP masih lengang, hanya tampak
beberapa staf yang sedang bersenda gurau, seakan acuh dengan kehadiranku. Tujuan
ke kantor Dinas OPP sebenarnya untuk mengisi daftar kunjungan serta meminta
informasi tentang destinasi-destinasi wisata yang ada di kota ini. Tapi, hanya
daftar kunjungan yang saya dapat, stafnya kurang bersahabat. Mungkin mereka
tidak sadar bahwa kehadiran saya bisa membantu mereka tugas mereka untuk memperkenalkan kota
Pare-pare, meski hanya sedikit. Dengan sedikit kecewa saya tinggalkan kantor
Dinas OPP Pare-pare.
Tanpa rasa risih saya duduk selonjoran di pinggir jalan menikmati aktifitas warga di sekitar taman senggol. Apa sih yang akan saya kunjungi di Pare-pare dalam waktu setengah hari? Sejenak saya browsing di internet dengan paket data yang diberikan oleh Telkomsel. Hanya sedikit informasi yang saya dapat, bahkan website milik pemerintah kota Pare-pare pun tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Saya pun berinisiatif untuk berkunjung ke di Dinas Pariwisata (di Pare-pare, dinas pariwisata digabung bersama urusan kepemudaan dan olah raga). Setelah mendapatkan alamatnya via foursquare, saya pun meninggalkan pantai senggol menuju ke jalan Jend. Sudirman.
Setelah makan siang bersama dengan beberapa staf kantor
cabang Telkomsel Pare-pare, saya pun pamitan menuju daerah selanjutnya
kabupaten Pinrang. Hanya berjarak sekitar 27 KM dari kota Pare-pare, kabupaten
Pinrang adalah kabupaten terakhir dari Sulawesi selatan sebelum memasuki
propinsi Sulawesi barat. Di tengah perjalanan menuju ke kota Pinrang saya
memilih sebuah masjid di tepi sawah sekitar 8 KM sebelum kota Pinrang untuk shalat Jumat.
Di Pinrang, teman-teman dari komunitas Sahabat Kita sudah
menunggu. Destinasi wisata yang mereka tawarkan jaraknya lumayan berjauhan,
tidak mungkin saya datangi semua dalam waktu yang terbatas. Akhirnya saya
memilih untuk berwisata kuliner, yaa menikmati kuliner terkenal dan khas kota
Pinrang, itik nasu palekko. Sebuah warung nasu palekko di jalan Landak menjadi
pilihan kami. Suasananya yang santai, menikmati menu nasu palekko di atas
bale-bale bambu, serasa makan di rumah sendiri. Ini adalah pertama kalinya
saya menikmati nasu palekko, yang tertanam di otakku selama ini adalah nasu
palekko itu super pedis dan saya bukanlah penikmat rasa pedis. Tapi Warid
(Komunitas Sahabat Kita) sebelumnya telah meyakinkan saya bahwa nasu palekko di
warung tersebut tidak disajikan dengan rasa pedis, tapi sesuai dengan selera
masing-masing konsumen.
Di warung itik nasu palekko inilah saya baru tahu (setelah
dijelaskan oleh Warid) bahwa sebenarnya anggapan saya selama ini tentang nasu
palekko yang pedis adalah salah. Di warung tersebut, nasu palekko disajikan
paket dengan ulekan cabe yang terpisah dari menu utama itik palekko, nah
tergantung selera si pembeli, kalau mau pedis tinggal mencampurkan ulekan cabe
tersebut ke dalam menu nasu palekko. Warung tersebut sangat ramai, apalagi pada
jam-jam makan siang bahkan sampai larut malam, rahasianya adalah pada racikan
bumbu si koki palekko.
Yang menarik, jalan Landak seperti pusat jajanan nasu
palekko, beberapa warga menyulap kolong rumah mereka menjadi warung. Dan lokasi
jalan Landak yang berada di pinggiran kota Pinrang yang sepi ternyata terkalahkan
oleh ketenaran menu nasi palekko warganya sehingga pembeli pun dating dari
berbagai penjuru kota Pinrang bahkan dari daerah-daerah sekitar seperti
Pare-pare dan Sidrap.
Dengan perut yang kekenyangan kami pun menuju ke halaman
masjid agung Al-Munawir kota Pinrang. Di sana sudah menunggu adik-adik
komunitas Sahabat Kita. Komunitas ini adalah wadah berbagi dan saling bertukar
ilmu dan pengalaman kepada adik-adik usia sekolah. Dan kebetulan sore ini saya “ditodong”
untuk berbagi pengalaman dan rencana perjalanan 30 Hari Jelajah Celebes.
Pukul 5 sore, setelah berpamitan dengan teman-teman Sahabat Kita, saya pun kembali memacu motor menempuh jarak 67 KM menuju kota Polewali kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat. Di Polewali, teman-teman dari @Jalan2Seru_Plw dan komunitas Kompa Dansa sudah menunggu bahkan sudah menyiapkan itinerary untuk malam ini. Pertama mereka mengajak ke warkop Todilaling di jalan Todilaling.
Setelah menghabiskan segelas kopi kami menuju ke sekret Madatte Art, kemudian menyaksikan pertunjukan dari maestro kecapi Polewali Bapa’ Lia (Bapak Nur). Apa yang saya dapat dari sang maestro kecapi ini? Selanjutnya apalagi yang kami kunjungi mala mini di Polewali? Tunggu tulisan selanjutnya.
Ditulis di Polewali, 1 Maret 2015, hari ke 3 ekspedisi "30 Hari Jelajah Celebes"
*Lanjut baca "Cerita Dari Tanah Mandar (1)"
No comments:
Post a Comment