Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

LAKKANG “TERISOLIR” DI TENGAH METROPOLITAN

LAKKANG “TERISOLIR” DI TENGAH METROPOLITAN
Butuh tempat yang nyaman, tenang dan alami di tengah kota Makassar? Sebagian orang mungkin menganggapnya sebagai hal yang mustahil, yaa.. kemana pun kita melangkahkan kaki di kota ini seakan tidak ada lagi tempat yang memenuhi syarat tadi.
Tapi ternyata hal tersebut terbantahkan! Masih ada sebuah wilayah di tengah kota Makassar ini yang mampu memenuhi keinginan kita tersebut..
Lakkang, sebuah perkampungan asri di tengah kota Makassar, secara administrative kampung ini berada di kelurahan Lakkang kecamatan Tallo kota Makassar. Untuk sampai di kampung ini hanya butuh sedikit nyali menerobos macet di sekitar PLTU Tello dan depan Mtos, jalur arteri yang tidak pernah sepi dari kendaraan. Setelah melewati kawasan macet tersebut, Anda silahkan memasuki kampus UNHAS Tamalanrea lewat pintu satu, kemudian menyusuri jalan lingkar kampus sampai menemukan gedung Pasca Sarjana, dari sini ada pertigaan, nah ambil jalur kirinya. Jalur tersebut akan membawa Anda ke kampung Kera-Kera, sebuah perkampungan di pinggiran kampus UNHAS. Di ujung kampung Kera-Kera, di tepi sungai Tallo kita akan melihat sebuah bangunan sederhana terbuat dari rangkaian papan dan balok dengan plank penunjuk yang dibuat oleh salah satu provider telekomunikasi.

Suasana asri di perkampungan Lakkang

Dari dermaga sederhana inilah petualangan di kampung Lakkang dimulai, dengan sarana perahu penyeberangan berupa dua sampan yang disusun menyerupai rakit kemudian di atasnya dipasang floor yang terbuat dari papan dan mesin kecil yang dalam bahasa Bugis Makassar disebut katinting, perahu ini mampu memuat lebih dari 20 orang ditambah 5-7 motor. Untuk satu kali penyeberangan penumpang hanya dikenakan biaya sewa sebesar Rp.3,000,- /orang dan Rp,4000,- /motor, biaya yang sangat murah dibanding dengan apa yang bisa Anda dapatkan.

 Sungai Tallo dengan jejeran pohon nipah di tepinya

Perjalanan dari dermaga Kera-Kera dimulai dari suguhan pemandangan sungai Tello dengan pohon-pohon nipah yang berjejer rapi di sepanjang tepi sungai. Riaknya yang tenang dengan air yang sedikit berwarna gelap membuat kesan misterius dari sungai terbesar yang membelah kota Makassar ini. Pelayaran ke kampung Lakkang dengan “ferry katinting” ditempuh selama 15-20 menit, meski jaraknya yang tak lebih dari 2 KM, ini disebabkan karena beban perahu yang berat tidak sebanding dengan kemampuan mesin katinting, tapi hal tersebut justru menjadi nilai tambah bagi pelayaran ini, hanya membayar tiga ribu kita sudah bisa menikmati menyusuri sungai Tello dalam waktu 15-20 menit.

Setelah berlayar selama beberapa menit menyusuri sungai Tallo, sampailah di sebuah dermaga kecil, dermaga Lakkang. Di atas  dermaga nampak sudah menunggu beberapa warga yang akan menyeberang ke kampung Kera-kera. Menginjakkan kaki pertama kali di Lakkang kita akan langsung disuguhi pemandangan sebuah kampung dengan suasana yang damai, tenang dan bebas dari kebisingan, rumah-rumah panggung yang tertata rapi seperti blok-blok di sebuah kompleks perumahan. Jalan-jalan kecil yang sudah dilapisi dengan dengan paving block selebar 1 meter menghubungkan blok satu dengan blok lainnya. Di jalan tersebut hanya ada pejalan kaki, sepeda angin dan sepeda motor, jangan mencari kendaraan roda empat di Lakkang ini. Suasana yang tenang, masih asri dan dengan senyum ramah penduduknya adalah kesan pertama yang akan kita dapatkan saat menginjakkan kaki di kampung Lakkang ini. Berada di daerah ini seakan kita tidak berada di kota Makassar, pasti tak terbayangkan ada suasana pemukiman seperti ini di kota metropolitan Makassar.
Berkeliling kampung dengan berjalan kaki adalah hal yang paling memungkinkan di Lakkang ini, jarak rumah yang tidak terpisah jauh, jalan yang terasa dingin dengan rindangnya pohon sebagai kanopi adalah sebagian kecil yang mendukung hal tersebut.

Kantor Kelurahan Lakkang

Lakkang adalah sebuah kelurahan yang secara administrative masuk dalam wilayah kecamatan Tallo, berpenduduk kurang lebih seribuan orang. Di kelurahan Lakkang sudah dilengkapi denga fasilitas sekolah sampai sekolah menengah pertama, dan menurut informasi dari masyarakat setempat baru dibuka tahun ini (2012)
Yang menarik dari Lakkang ini adalah keberadaan beberapa puing-puing bungker peninggalan Jepang pada perang dunia kedua. Bungker-bungker tersebut secara umum kondisinya sudah rusak 30-40%, konon menurut cerita Pak Iliyas, salah satu warga Lakkang, sebelum menyerah dan meninggalkan Lakkang para tentara Jepang menghancurkan bungker-bungker tersebut agar tidak difungsikan lagi oleh sekutu. Terdapat sekitar delapan bungker Jepang di Lakkang.

Kondisi salah satu bungker peninggalan Jepang

Setelah puas berkeliling dan waktu Maghrib  kami pun bergegas menuju dermaga menunggu pemberangkatan ferry katinting. Karena lama menunggu dan belum juga ada katinting yang akan berangkat maka kami putuskan untuk shalat maghrib dulu. Berkah dari keterlambatan penyeberangan, kami bisa menyaksikan senja di sungai Tallo, begitu tenang, hanya suara serangga malam ditambah suara daun-daun nipah yang saling bertepuk ditiup desiran angin. Sungguh sebuah suasana yang sangat mahal didapatkan di kota metropolitan Makassar.

Makassar, September 2012

No comments:

Bottom Ad [Post Page]