Bantaeng, bercerita tentang kabupaten ini memang tidak ada
habisnya, pantainya yang landai, kotanya yang asri, penduduknya yang ramah,
tanahnya yang subur, landscapenya yang lengkap, ada perairan, pantai, bukit dan
gunung.
Bantaeng adalah salah satu kabupaten yang berada di pesisir
selatan propinsi Sulawsei Selatan dengan luas wilayah 395,83 km² atau 39.583
Ha. Kabupaten ini terletak di kaki gunung Lompobattang dengan ketinggian yang
beragam antara 0 mdpl – 2,700 mdpl.
Seperti biasa, perjalanan kami lakukan dengan mangendarai
sepeda motor, rombongan kali ini berjumlah delapan orang. Pukul 14.30 kami
mulai menyusuri jalan trans Makassar-Bulukumba, menembus panas dan macet di
sekitar kota Sungguminasa Gowa. Rencananya perjalanan akan kami tempuh dalam
waktu tiga jam, tapi sedikit masalah terjadi saat kami berada di perbatasan
Takalar-Jeneponto, ban motor salah satu peserta bocor yang memaksa kami singgah
di salah satu bengkel.
Kami tiba di Bantaeng sekitar pukul 18.15 setelah menempuh
sekitar 125 KM dari Makassar. Setelah shalat maghrib dan istirahat sejenak di
café “baling-baling” serta sedikit diskusi, perjalanan pun kami lanjutkan
menuju camp area kami malam ini, Muntea.
Dari poros Bantaeng-Makassar kami mengambil jalur ke utara
kota menyusuri jalan-jalan yang langsung trekking. Inilah salah satu keunikan
Bantaeng, wilayah kota di sekitar pesisir saja yang agak landai, begitu lepas
dari kota menuju ke utara konturnya sudah bukit kecil, sedang, hingga
pegunungan, maklum Bantaeng berada di kaki gunung Lompobattang.
Terhitung sejak meninggalkan kota sampai ke camp area di
stasiun transmisi TVRI, kondisi jalan yang kami lewati semuanya trekking dengan
sudut kemiringan antara 20-45 derajat, membuat mesin “kuda besi” kami
meraung-raung. Sayang sekali perjalanan kami malam hari, jadinya kami tidak
bisa melihat pemandangan-pemandangan eksotik di sisi kiri kanan kami.
15 menit perjalanan dari kota Bantaeng, di sekitar kampung
Sinoa, teman-teman berhenti karena melihat pemandangan luar biasa indah di sisi
kiri jalan, ribuan cahaya kerlap kelip di bawah kami, yaa itulah view kota
Bantaeng dari ketinggian kampung Sinoa. Setengah berkelakar, teman-teman
berkomentar “mirip Hongkong yaa??”. Di tempat ini, tepatnya di tepi jalan, kami
sempatkan mengambil gambar.
Setengah jam lebih sudah kami jalani, sekitar 20 KM telah
kami tempuh, kami tiba di stasiun transmisi TVRI di Muntea. Tempat ini
sebenarnya cukup mumpuni buat camping, halamannya luas dan berumput, ada sumber
air dan listrik plus sudah ada beberapa batang pohon buat api unggun. Tapi
setelah berdiskusi dengan teman-teman lain kami putuskan untuk pindah tempat,
alasannya?? Kurang natural hehehe…
Akhirnya kami bergeser dari stasiun transmisi TVRI. Kembali
menyusuri dusun-dusun kecil yang sunyi dengan hamparan kebun-kebun sayur mayur
warga di sisi kiri kanan jalan. Sekitar 10 menit perjalanan (tentu dengan
trekking) dari stasiun transmisi TVRI, akhirnya kami tiba di sebuah punggungan
bukit yang agak menjorok keluar, persisi menghadap ke selatan, ke kota
Bantaeng. Dari tempat tersebut kami bisa dengan leluasa mengarahkan pandangan
sejauh-jauhnya, di bawah sana di tenggara kami ribuan cahaya kecil memancar
dari kota Bulukumba, sementara di barat daya sana, meski agak redup tapi kerlip
cahaya dari kota Bontosunggu ibukota Jeneponto seolah tidak mau kalah. Sungguh
pemandangan luar biasa yang tersaji di hadapan kami saat ini.
Tiga buah tenda sudah berdiri, satu tenda untuk empat orang,
satu tenda untuk tiga orang dan satu lagi tenda saya yang ukurannya kecil, jadi
saya sendiri di tenda ini. Saat ini kami berada di Kampung Muntea dusun
Cidondong, dari tempat kami berdiri berada di 1,365 meter dari permukaan laut,
anda bisa membayangkan betapa dinginnya. Sekedar perbandingan, kota Malino di
kec. Tinggi moncong kab. Gowa berada di 1,030an meter dari permukaan laut.
Belum lagi tiupan angin yang sangat kencang, karena disekitar kami adalah lahan
perkebunan, hanya satu dua pohon yang tersisa, itupun yang tinggal hanya bagian
atasnya.
Tenda sudah siap, pakaian hangat sudah terpakai, yang kami
butuhkan selanjutnya adalah secangkir kopi hangat. Di bawah sinar rembulan yang
baru saja muncul dari timur kami menikmati kopi hangat bersama, sungguh suasana
malam yang luar biasa. Seiring dengan kemunculan bulan, angin pun mulai mereda,
yang terasa sekarang hanya semilir yang membelai ujung dedaunan. Di hadapan
kami, jauh di bawah sana, kota Bantaeng dengan ribuan kerlip cahaya seolah
mengaskan bahwa mereka bersatu padu menyumbang keindahan. Malam ini kami hanya
menikmati malam sampai jam 11, capek, lelah, letih dan ngantuk tak sanggup lagi
kami tahan, di tambah cuaca dingin yang menusuk hingga ke tulang.
Pagi hari kami di sambut dengan pemandangan yang lebih luar
biasa lagi, kerlip cahaya yang kami lihat semalam, kini sudah jelas penampakannya,
betul-betul indah pemandangan dari tempat kami camping. Tiga kota/kabupaten
tampak jelas kami lihat meski jauh di bawah sana.
Setelah menyelesaikan urusan “kampung tengah” dan
membereskan semua peralatan, kami pun beranjak menyusuri kebun-kebun warga yang
Nampak mulai mongering, hanya beberapa lahan saja yang terisi tanaman, maklum
hampir di semua wilayah kabupaten Bantaeng terkena imbas musim kemarau yang
panjang. Dari sekian banyak lahan yang kami sambangi, ada beberapa lahan yang
terisi dengan tanaman apple dan strawberry, memang kedua komoditi ini menjadi
salah satu icon kabupaten bantaeng.
Puas berkeliling, siang hari kami memutuskan kembali ke kota
Bantaeng. Perjalanan terasa ringan, tidak ada lagi tanjakan seperti waktu kami
datang semalam. Bahkan di beberapa jalur kami mematikan mesin dan meluncurkan
kendaraan, layaknya sedang mengendarai sepeda.
Perjalanan kami sudahi di kota Bantaeng, selanjutnya harus
kembali ke Makassar menempuh jarak sekitar 125 km, banyak cerita yang tak
mungkin kami tuangkan semua dalam tulisan ini. Kami hanya berharap suatu saat
nanti kami akan kembali kesini.
Ditulis di Makassar, 16 Oktober 2012
1 comment:
pemandangannya keren, saya sempat melewati tempat ini ketika menyusuri jalan menuju Malakaji via Bantaeng.
Bisa nih untuk datang ngecamp dsini sambil melihat pemandangan malam harinya.
Salam blogger
www.indonesianholic.com
Post a Comment