Daratan
yang membelah laut ternyata bukan hanya terjadi dalam dongeng atau
cerita fiksi.
Hal tersebut bisa disaksikan kala kita berkunjung ke Pantai Tete (Tete baca E-nya seperti pada kata SORE/KERE) atau biasa juga disebut Pantai Bone Pute di Desa Bone Pute Kecamatan Tonra Kabupaten Bone. Pantai nan eksotik ini berjarak sekitar 60 KM ke arah selatan (trans Watampone-Sinjai) kota Watampone ibukota Kabupaten Bone.
Sebenarnya Pantai Tete adalah kawasan camp pelatihan bagi prajurit Angkatan Darat, di bulan-bulan tertentu Pantai Tete akan diramaikan oleh prajurit-prajurit TNI AD yang menggunakan Pantai Tete sebagai tempat latihan rimba laut untuk para prajurit infanteri yang sementara digodok di DODIKLATPUR Bance’e Kodam VII/Wirabuana. Di luar masa pelatihan, kawasan Pantai Tete ramai dikunjungi oleh masyarakat di sekitar Kecamatan Tonra bahkan dari kota Watampone dan Kabupaten Sinjai, apalagi saat wiken dan libur hari-hari besar.
Hal tersebut bisa disaksikan kala kita berkunjung ke Pantai Tete (Tete baca E-nya seperti pada kata SORE/KERE) atau biasa juga disebut Pantai Bone Pute di Desa Bone Pute Kecamatan Tonra Kabupaten Bone. Pantai nan eksotik ini berjarak sekitar 60 KM ke arah selatan (trans Watampone-Sinjai) kota Watampone ibukota Kabupaten Bone.
Sebenarnya Pantai Tete adalah kawasan camp pelatihan bagi prajurit Angkatan Darat, di bulan-bulan tertentu Pantai Tete akan diramaikan oleh prajurit-prajurit TNI AD yang menggunakan Pantai Tete sebagai tempat latihan rimba laut untuk para prajurit infanteri yang sementara digodok di DODIKLATPUR Bance’e Kodam VII/Wirabuana. Di luar masa pelatihan, kawasan Pantai Tete ramai dikunjungi oleh masyarakat di sekitar Kecamatan Tonra bahkan dari kota Watampone dan Kabupaten Sinjai, apalagi saat wiken dan libur hari-hari besar.
Di sekitar kawasan Pantai Tete
terdapat beberapa fasilitas seperti kamar mandi dan ruang ganti, selain
itu terdapat juga barak-barak prajurit yang difungsikan saat masa
pelatihan. Namun kondisi dari pantai yang kurang terawat sehingga
terkesan jorok, di sana sini nampak tumpukan sampah, baik yang terbawa
oleh air laut maupun yang dibawa oleh pengunjung yang kurang sadar akan
kebersihan. Pantai Tete
saat ini dikelola dan dijaga oleh beberapa personil TNI, tapi
sepertinya hanya sekedar menjaga fasilitas mereka yang banyak dibangun
di sekitar pantai. Kebersihan dan kenyamanan pantai tetap kembali kepada
pengunjung, jangan seenaknya membuang sampah di sembarang tempat.
Kawasan Pantai Tete juga punya nilai sejarah, menurut warga sekitar, Pantai Tete pernah digunakan sebagai tempat mediasi antara pemberontak DI/TII dengan TNI sekitar tahun 60an.
Yang unik dari Pantai Tete
adalah adanya sebuah jalan yang membelah lautan sepanjang kurang lebih 1
KM menuju ke sebuah pulau di sebelah timur pantai, Pulau Bulu’ Betta’. Jalan yang terbentuk dari proses sedimentasi
pasir akibat pertemuan arus air laut ini hanya bisa kita lihat saat
laut sedang surut. Lebarnya bervariasi antara 3 meter sampai 5 meter,
sehingga kadang ada pengunjung yang menyeberangkan kendaraan roda dua ke Pulau Bulu’ Betta’ di seberang pantai Tete.
Di balik keunikan Pantai Tete,
pengunjung harus tetap waspada membaca situasi pasang surut air laut.
Menurut informasi warga sekitar, sudah banyak korban tenggelam di jalan
pasir tersebut, itu karena kelalaian mereka yang tidak memperkirakan
kapan air laut akan pasang. Saat berada di Pulau Bulu’ Betta’
mereka tidak sadar bahwa air laut sudah pasang sehingga jalan
penghubung antara pulau dan pantai mulai tertutup air laut, akhirnya
mereka hanya mampu menerka jalur jalan pasir yang berkelok-kelok. Korban
yang tenggelam karena kemungkinan mereka menempuh jalur yang salah,
bagian laut dalam yang dianggap bagian dari jalan pasir.
Pantai
Tete bisa diakses dengan mudah, dari kota Watampone bisa menggunakan
transportasi umum menuju ke Desa Gareccing sekitar 56 KM, kemudian di
tepi jalan sebelah kiri akan nampak sebuah plang yang akan menuntun
menuju ke Pantai Tete sejauh 4 KM. kondisi jalan berbukit namun sudah
diaspal. Untuk masuk ke kawasan Pantai Tete
anda akan dikenakan retribusi (tidak resmi), waktu penulis berkunjung
awal Oktober 2013 lalu retribusi yang dibayar sebesar 2000/ orang. [R32]
No comments:
Post a Comment