Ini adalah jurnal perjalanan kami menjelajahi kepulauan Selayar dalam rangka Takabonerate Island Expedition IV 2012..
Minggu 18 November 2012
Setelah
berkoordinasi dengan beberapa teman-teman yang siap untuk mengikuti
trip Jelajah selayar, pagi itu kami berkumpul di meeting point gedung
MULO jalan Jend. Sudirman Makassar. Dengan berbagai alasan yang menjadi
kendala, mulai dari waktu sampai budget, akhirnya tim Jelajah selayar
hanya terdiri dari lima orang dari komunitas Jalan-jalan Seru Makassar.
Tepat pukul delapan pagi, kami meluncur membelah jalan protokol Makassar
yang pagi itu masih lengang. Lima orang dengan sepeda motor
masing-masing, ditambah perlengkapan camping dan kebutuhan di perjalanan
nanti menyesaki sadel belakang sepeda motor.
Perjalanan
melintasi kabupaten Gowa, kabupaten Takalar, kabupaten Jeneponto masih
terbilang lancar tanpa hambatan yang berarti. Pukul sebelas pagi kami
tiba di kabupaten Bantaeng, istirahat sejenak di rumah salah seorang
teman sambil menunggu waktu shalat Dhuhur. Perjalanan kami lanjutkan
menuju kabupaten Bulukumba dan mengambil arah ke Tanjung bira, di salah
satu titik penunjuk arah tertera huruf dan angka “BR 40 KM” yang berarti
kami akan menempuh jarak 40 KM untuk sampai ke Tanjung Bira.
Tiba
di pelabuhan penyeberang fery Bira pukul 14.00, kami berlima langsung
regitrasi di pos penjagaan pelabuhan dan membayar retribusi, Rp.
55,000,- untuk satu motor + satu pengemudi. Selesai menyelesaikan semua
urusan penyeberangan kami bergabung dengan rombongan lain yang juga akan
menyeberang ke Selayar, mereka adalah tamu undangan dari pemerintah
daerah kabupaten Selayar pada pelaksanaan Takabonerate Island
Ekspedition 2012 (TIE2012), total ada delapan bus pariwisata yang
difasilitasi oleh pemda kabupaten Selayar.
Jadwal
fery yang menurut beberapa calon penumpang sekitar pukul 16.00 diundur
sampai pukul 18.00, alasannya karena penumpang yang sangat padat
sehingga jadwal penyeberang yang pada hari biasa hanya dua kali akhirnya
ditambah jadi tiga kali, sehingga jadwalnya juga ikut berubah. Pukul
18.00, setelah menunggu beberapa lama akhirnya fery beranjak
meninggalkan pelabuhan fery Bira menuju pelabuhan Pamatata Selayar
dengan estimasi waktu perjalanan sekitar dua jam.
Pukul 20.00 feri
KMP Bontoharu merapat di dermaga Pamatata Selayar, bergegas kami
mempersiapkan kendaraan masing-masing dan siap-siap melaju menuju kota
Benteng Selayar, dari Pamatata kami masih harus menempuh perjalanan 50
KM. Tiba di kota Benteng ibukota kabupaten Selayar tepat pukul 21.00,
kami langsung menuju ke Kafe Tempat Biasa, tempat biasa?? Yaa itu nama
kafenya.. Disini kami kembali bergabung dengan beberapa rombongan yang
tergabung dalam bendera Celebes Backpackers Center (CBC) yang merupakan
team organizer bagi 33 peserta dari luar Sulawesi. Selama mengikuti
seluruh rangkaian TIE 2012 di Selayar kami bergabung dengan rombongan
ini.
Setelah makan malam di Kafe Tempat Biasa (KTB)
sesuai informasi kami akan menginap di tempat ini selama berada di
Benteng. Mencari tempat yang nyaman buat beristirahat, hanya itu yang
terpikir setelah perut terisi penuh. Karena tempat di dalam ruang utama
KTB sudah penuh oleh teman-teman rombongan dari luar Sulawesi kami pun
berinisiatif untuk membuka camp di samping KTB, di halaman berukuran 8m x
4m. kondisi badan yang lelah dan pegal membuat istirahat kami sangat
nikmat malam itu, meski kami tidur hanya beralas sebuah matras, nikmat!
Senin
19 November 2012, setelah dijamu sarapan pagi oleh pemerintah daerah
kabupaten Selayar di rumah jabatan Bupati, panitia membagikan info
tentang program Fam Tour hari pertama, adapun destinasi-destinasi yang
akan dikunjungi antara lain: Pasar Sentral selayar, Masjid Tua
Gantarang, Gong Nekara, Jangkar Raksasa dan Selayar Island Resort di
Pantai Baloiyya.
Pasar
Benteng, terletak di sebelah utara kota Benteng, pasar ini sangat ramai
saat pagi hari, seluruh aktifitas jual beli dilakukan di pasar ini,
mulai dari kebutuhan makan sampai kebutuhan rumah tangga lain. Di pasar
ini kita bisa jumpai penjual cangkang bulu babi, penasaran dengan
rasanya? Sayang sekali saya tidak sempat mencobanya, tapi menurut
teman-teman yang sempat mencicipi isi cangkang bulu babi rasanya seperti
telur asin..
Puas berkeliling di pasar Benteng, perjalanan kami
lanjutkan menuju ke masjid tua Gantarang, sebuah masjid tua peninggalan
Dato Ri bandang, berada di Dusun Gantarang Lalang Bata Desa Bontomarannu
Kecamatan Bontomanai (Baca: Jejak Dato Ri Bandang Di Kampung Gantarang)
Gantarang
adalah salah satu titik tertinggi di kepulauan Selayar, berada diatas
ketinggian 300 – 500 MDPL, daerah ini sangat sejuk, kabut dan gerimis
selalu menyelimuti hamper sebagian besar kawasan Gantarang. Dari tempat
ini kita bisa menyaksikan kota Benteng, pulau Pasi dan pulau Gusung.
Jam
sudah menunjukkan pukul 11.30 saat kami meninggalkan Gantarang, dari
instruksi guide yang mendampingi kami destinasi berikut adalah gong
Nekarayang terletak di Matalalang Kelurahan Bontobangung. Tapi
sebelumnya rombongan akan istirahat dulu sambil makan siang di rumah
jabatan Bupati Selayar.
Setelah makan siang, perjalanan Fam Tour
kami lanjutkan ke Gong Nekara di Matalalang , sekitar 3 KM dari pusat
kota Benteng. Ini adalah informasi yang kami dapat tentang Gong Nekara:
Gong
Nekara adalah gong perunggu buatan kebudayaan Dong Son, yang terdapat
di delta Sungai Merah Vietnam Utara. Gong ini diproduksi pada sekitar
600 tahun sebelum masehi atau sebelumnya, sampai abad ketiga Masehi.
Dengan menggunakan metode pengecoran logam yang telah hilang (lost wax
method),gong ini oleh para peneliti sejarah dianggap sebagai salah satu
contoh terbaik dari budaya pengerjaan logam. Gong Nekara ini mempunyai 3
fungsi pada masanya,yakni fungsi Keagamaan, Sosial-Budaya, dan Politik.
Fungsi keagamaan yaitu sebagai alat komunikasi, upacara, dan simbol.
Sementara fungsi sosial budaya yaitu sebagai simbol status sosial,
perangkat upacara dan karya seni yang mempunyai daya magis religius.
Sedangkan fungsi politik yaitu sebagai tanda bahaya atau isyarat perang.
Gong Nekara mempunyai luas lingkaran sebesar 396 cm persegi, luas
lingkaran pinggang 340 cm persegi, dan tinggi 95 cm persegi. Keunikan
yang dimiliki gong yang dikenal sakral itu adalah adanya gambar bermotif
flora dan fauna terdiri dari gajah 16 ekor, burung 54 ekor, pohon sirih
11 buah dan ikan 18 ekor. Sementara dipermukaan gong bagian atas
terdapat 4 ekor arca berbentuk kodok dengan panjang 20 cm dan di samping
terdapat 4 daun telinga yang berfungsi sebagian pegangan. Pada bidang
pukul terdapat hiasan geometris, demikian pula pada bagian tengah gong
terdapat garis pola bintang berbentuk 16. Nekara secara vertikal terdiri
atas susunan kaki berbentuk bundar seperti silinder, badan dan bahu
berbentuk cembung (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gong_Nekara)
Pantai Baloiya
Nah,
Gong Nekara yang paling besar bahkan paling tua di dunia adalah yang
terdapat di Matalalang Selayar ini. Gong tersebut ditemukan secara tidak
sengaja oleh seorang penduduk dari Kampung Rea-Rea yang bernama Sabuna pada tahun 1686 M. Pada saat itu Sabuna sedang mengerjakan sawah Raja Putabangun di Papaniohea, tiba-tiba cangkul Sabuna
membentur benda keras yang ternyata adalah hiasan katak yang merupakan
bagian dari gong nekara. Sejak berakhirnya Dinasti Putabangun, pada
tahun 1760 Gong Nekara tersebut dipindahkan ke Bontobangun dan menjadi
kalompoang/arajang (benda keramat) Kerajaan Bontobangun.
Puas
menikmati benda sejarah Gong Nekara perjalanan kami lanjutkan ke
destinasi terakhir di hari pertama, jangkar raksasa di kampung Padang.
Kampung Padang adalah perkampungan nelayan di selatan kota Benteng,
untuk menuju ke kampung Padang kita akan melewati bandara Aroepala,
bandara satu-satunya di kepulauan Selayar. Setelah melewati bandara,
tampaklah deretan rumah-rumah panggung khas masyarakat pesisir Bugis
Makassar, dengan atap daun rumbia dan dinding bambu. Hal tersebut untuk
menghindari korosi dari air laut yang sangat dekat dari perkampungan.
Di
tengah-tengah perkampungan tampaklah sebuah bangunan permanen kecil
ukuran sekitar 6 x 6 meter. Untuk sampai di bangunan tersebut kita akan
melewati lorong kecil, di ujung lorong berdiri sebuah plan sebagai
penunjuk bahwa di dalam bangunan tersebut tersimpan jangkar raksasa.
Pintu bangunan tersebut selalu dikunci, bila ada wisatawan yang
berkunjung barulah seorang ibu tua menghampiri sambil membawa sebuah
anak kunci.
Di dalam ruangan terdapat dua buah jangkar dengan
ukuran yang besar, serta tiga buah meriam. Jangkar tersebut adalah milik
seorang saudagar China yang melakukan pelayaran dan singgah di kampung
Padang pada akhir abad ke XIV. Kapal milik saudagar China tersebut
mengalami kerusakan dan tidak dapat melanjutkan pelayarannya sampai
akhirnya kapal sang saudagar karam di tempat tersebut. Dari ciri fisik
dengan bentuk yang sangat besar dari pada jangkar-jangkar kapal yang
umum, maka bisa dipastikan bahwa betapa besar kapal sang saudagar yang
karam tersebut.
Dari
kampung Padang perjalanan kami lanjutkan menuju pantai Baloiya, sebuah
pantai eksotik di selatan kota Benteng. Pantai ini dilengkapi dengan
resort yang dikelola oleh salah satu investo. Menikmati sore hari di
pantai Baloiya dengan sajian tari-terian daerah yang sudah dipersiapkan
oleh panitia TIE IV. Menjelang senja dan seluruh rombongan sudah tiba di
pantai Baloiya, mereka pun tak melewatkan kesempatan untuk berenang di
sekitar dermaga kayu yang juga menjadi salah satu fasilitas yang
disiapkan oleh pengelola.
Hari kedua
Di hari kedua penjelajahan di Selayar, kami mengikuti program Jelajah Pasi Gusung (JPG),
Pasi dan Gusung adalah nama pulau yang berada tidak jauh di sebelah
barat kota Benteng. Sejatinya pulau tersebut terangkai menjadi satu dan
hanya dipisahkan oleh hutan bakau, namun entah karena apa akhirnya
dipisahkan dengan nama masing-masing, pulau Pasi dan pulau Gusung.
Dengan menumpangi perahu kecil lepa-lepa yang hanya memuat 5-7
orang penjelajahan kami pun dimulai. Destinasi pertama adalah pulau
Gusung, mengunjungi perkampungan nelayan di pulau ini serta
bersosialisasi dengan masyarakatnya yang ramah, kami disambut dengan
sajian kelapa muda serta aneka penganan tradisional Selayar. Tidak hanya
itu, panitia telah mempersiapkan hiburan berupa tarian tradisional,
salah satunya tari Lambo’, Lambo’ sendiri adalah nama sebuah
perahu khas Selayar yang bertiang satu, adapun tarian Lambo’ ini
menceritakan tentang wanita-wanita Selayar yang melepas para pria untuk
berlayar. Selanjutnya perjalanan kami lanjutkan ke pantai Balo Jaha di
sisi barat pulau Pasi, disini kami akan makan siang bersama seluruh
rombongan, di tepi pantai.
Pantai Balo Jaha
Setelah
makan siang, beberapa lepa-lepa mulai meninggalkan pantai membawa
penumpang masing-masing menuju spot diving di sekitar Liang Kareta.
Karena rata-rata peserta rombongan adalah orang awam yang belum punya
pengalaman diving, akhirnya kami hanya menikmati pemandangan bawah laut
Liang Kareta dengan snorkeling. Sehari memang tidak cukup untuk
snorkeling di spot Liang kareta, spot ini sangat pas buat diver pemula,
arusnya yang tidak terlalu deras, karang-karangnya yang cantik serta
puluhan jenis ikan yang tak canggung mendekati, sungguh surga bagi
penikmat bawah laut. Perjalanan kami lanjutkan menuju ke pantai Liang
Kareta, sebuah pantai yang tak kalah eksotik, sebenarnya hanya cerukan
kecil dengan bentangan pasir sekitar 100 meter yang dibentengi
tebing-tebing karang.
Puas bermain pasir di pantai Liang kareta,
penjelajahan kami lanjutkan menuju ke kota Benteng dengan melintasi
pesisir selatan pulau pulau pasi melewati kampung-kampung nelayan antara
lain kampung Dongkalang, Manarai, Dopa, kampung Padang dan Kahu-kahu.
Di ufuk barat tampak matahari mulai merubah warnanya menjadi jingga,
sebentar lagi akan tenggelam membawa cerita seru kami menjelajahi pulau
Gusung dan pulau Pasi. Menikmati sunset dari atas lepa-lepa, sungguh
pengalaman yang luar biasa senja itu. Meski perjalanan yang melelahkan,
tapi rasa puas tersirat dari wajah masing-masing peserta.
Pantai Leang Kareta
Hari ketiga
Di
hari ketiga, sesuai jadwal yang diberikan panitia, kami akan mengikuti
acara seremoni pembukaan “Takabonerate Island Expedition IV” yang dibuka
secara resmi oleh gubernur Sulawesi selatan Bapak. Syahrul yasin Limpo.
Pembukaan TIE IV dipusatkan di pantai Marina kota Benteng, tampak
puluhan perahu hias berjejer di laut, mereka akan mengikuti lomba perahu
hias. Sementara di dermaga Benteng juga tampak beberapa perahu jolloro
yang juga akan mengikuti lomba. Siang hari setelah mengikuti acara
seremoni pembukaan TIE IV, kami bersiap untuk melakukan pelayaran jauh
ke Takabonerate (Baca: Sepotong surga di Takabonerate)
No comments:
Post a Comment